Ada yang tidak biasa pada hari-hari dalam seminggu ini. Saya merasa sangat sibuk dan kewalahan, terutama di pagi hari. Waktu dari jam 5 pagi sampai jam 7 rasanya begitu kurang dan sangat sempit. Kebetulan saya adalah sorang mahasiswi yang masih aktif mengikuti perkuliahan rutin dan kebetulan 4 hari dalam seminggu semuanya kuliah dimulai dari jam 7 pagi.
Biasanya dari waktu shubuh sampai berangkat kuliah masih sangat terlalu berleha-leha untuk saya tapi dalam seminggu ini semuanya sudah berubah. Saya harus mencari bahan makanan dan menyiapkan makanannya, memberekan dan mebersihkan tempat tidurnya serta mengajak main ia sebentar. Kalau untuk saya sendiri, makanan hanya tinggal membeli di warung nasi, memberekan tempat tidur itu juga kalau sempat. Tapi, untuk yang satu ini tidak bisa seperti itu. Diibarakan saya harus menjadi seorang ibu.
Sebenarnya saya masih lajang dan belum berkeluarga apalagi mempunyai seorang anak, saya belum sama sekali. Dalam seminggu ini saya sibuk, seolah seperti seorang ibu yang harus menyiapkan dan mengurus segala kebutuhannya. Mau tidak mau, saat sibuk maupun tidak sibuk, saya berkewajiban seperti itu.
Sudah seminggu saya memelihara seekor kelinci, sebagai bahan praktikum dari salah satu mata kuliah yang saya ikuti yaitu tentang produktivitas sekunder. Kegiatan praktikum yang harus mengamati pertumbuhan dari kelinci tersebut. Tugas ini sebenarnya adalah tugas kelompok dan sebelumnya kelompok kami sudah memelihara kelinci yang lain dengan tujuan yang sama. Sayangnya kelinci itu mati, mungkin mengalami stress karena kurang mendapat perhatian dari sang empunya, hee… Jadi, untuk pengulangan selajutnya sayalah yang mengemban tugas memelihara kelinci yang baru. Jangan sampai mati lagi, harus berhasil sampai data yang kami butuhkan bisa didapat. Padahal saya belum pernah mempunyai peliharaan sama sekali. Tapi dengan tekad dan niat yang tulus, Bismillah… saya mencoba memelihara kelinci itu. Agar ada sedikit ikatan batin, saya memanggil kelincinya dengan nama KUKI (Kumis Kriwil) karena kumisnya memang keriting.
Setiap pagi kewajiban saya mengurus Kuki adalah membersihkan kandangnya, mengganti kertas koran yang menjadi alasnya dan menimbang kotoran serta sisa makanannya. Selanjutnya membeli stok makanan yaitu berupa sayuran kangkung mentah. Biasanya saya membelinya untuk 2 hari ke depan. Katanya, kalau makanan kelinci harus diangin-anginkan dulu jangan memberi sayuran yang masih segar. Setelah itu, saya memberi makan Kuki tapi sebelumnya makanan tersebut harus ditimbang dulu. Memang sudah menjadi prosedur untuk mendapatkan data yang kami inginkan.
Setiap tiga hari sekali saya harus membawa Kuki ke kampus untuk ditimbang. Dengan menggunakan kardus kecil sebagai kandangnya, saya menenteng Kuki ke kampus. Saat kuliah ia ada di samping tempat duduk saya, masih di dalam kardus kecilnya. Tapi pada saat istirahat kadang saya mengeluarkanya dari kardus, mengajaknya bermain dan membiarkannya melompat-lompat menikmati kebebasannya. Tidak lupa, saya pun membawa stok makanan Kuki ke kampus. Memang kadang saya harus kuliah dari pagi hingga sore, sedangkan Kuki harus makan sehari tiga kali termasuk makan siang. Jadi, mau tidak mau saya harus membawa bekal di dalam tas saya yaitu satu ikat kangkung yang sudah di timbang sebelumnya. Ya, saya merasa sangat kerepotan.
Ada kejadian yang lebih merepotkan lagi. Saat itu, Kuki tidak sedang dibawa ke kampus. Jadi, saya meninggalkannya di kosan dan membiarkannya di dalam kandang yang berupa kardus besar, dalam keadaan tertutup. Tanpa pikir panjang dan tanpa beban, saya pergi ke kampus. Tapi, saat saya di kampus, sebuah sms masuk ke hape saya.
“Yu… c’Kuki kabur dr kandang’y. Aku takut, jadi gk bsa keluar kamar skrng. Tlg kmu plg dulu, tlg masukn dlu c’kuki k kandang’y. Dsini lg gk ada siapa2”
Astagfirullah,,, saya mecoba menghela nafas panjang. Itu adalah sms dari teman sekosan yang merasa terganggu dan ketakutan karena Kuki keluar dari kandangnya. Ya, saya harus kembali pulang ke kosan untuk memasukan kembali Kuki ke dalam kardus. Padahal saat itu saya sedang mengikuti kuliah serta jarak antara kosan dan kampus lumayan jauh, saya harus berjalan kaki, kurang lebih 15 menit perjalanan santai dan 10 menit kalau terburu-buru.
Dalam perjalanan pulang itu, saya berpikir bagaimana kalau posisinya Kuki adalah anak saya dan saya benar-benar menjadi seorang ibu juga seorang istri. Saya membangun rumah tangga saya sendiri. Saya harus menjadi seorang ibu yang setiap pagi bangun lebih awal untuk menyiapkan semuanya. Saya harus memberekan rumah, berbelanja bahan makanan untuk hari itu dan memasak untuk sarapan setidaknya serta membangunkan suami juga anak-anak saya dan juga menyiapkan semua kebutuhan mereka saat itu. Belum lagi kalau saya bekerja, waktu saya untuk keluarga harus saya bagi dengan pekerjaan saya dan juga diri saya sendiri. Untuk Kuki saya rela pulang ke kosan walaupun pada saat itu saya sedang kuliah. Untuk Kuki saya rela membagi perhatian saya, memperhatikan dia, memikirkan semua kebutuhan dia. Apalagi untuk anak saya, sesibuk apapun saya, setidaknya keluarga saya terutama anak harus diutamakan. Disaat anak saya memanggil saya, saya harus hadir di sisinya dan saya harus menjadi orang yang paling tahu dari siapapun tentang kebutuhan keluaga saya baik itu suami maupun anak saya. Ternyata memang berat menjadi seorang ibu.
Saat itupun saya berpikir, teringat mamah di rumah, yang telah membesarkan saya dan mengurus saya sampai saat ini, sampai sebesar ini dan masih tetap begitu sampai sekarang. Membayangkan betapa beratnya perjuangan beliau, mengurus saya, mendidik saya dan mengkhawatirkan saya. Membayangkan pengorbanan beliau, meberikan waktunya untuk saya, memberikan perhatianya untuk saya, saat saya sehat apalagi saat saya sakit. Beliau selalu hadir untuk saya, beliau selalu ada untuk saya. Terima kasih mamah.
Selain memperhatikan jalan, di sepanjang jalan itu saya benar-benar berpikir. Alhamdulillah, saya bisa mengambil hikmah dari sini. Saya belajar menjadi ibu dari kegiatan saya memelihara Kuki (kelinci) dan saya juga sangat bersyukur mempunyai ibu seperti mamah saya. Mudah-mudahan hal ini bisa menjadi bekal untuk saya nanti. Mudah-mudahan saya diberi kesempatan membalas kebaikan kedua orang tua saya dengan menjadi anak yang bisa membuat mereka bangga dan mudah-mudahan saya diberi kesempatan serta kepercayaan untuk mebina rumah tangga saya sendiri, menjadi seorang istri bagi suami saya dan seorang ibu untuk anak-anak saya. Amin…
Saat sampai dikosan, saya tersenyum sambil menghela napas panjang lagi, seraya bergumam.
“Hmmmmmmm,,,, Kuki….”
Saya lihat kuki sedang asyik melompat-lompat di ruang tengah kosan.
Tulisan ini untuk mengenang Kuki yang telah tiada... T___TUntuk Mamah sama Bapa, aku bangga mempunyai orang tua seperti kalian,,,
dan tidak lupa untuk Ibu sama Bapa, aku juga akan selalu bangga pada kalian,,,
Masih ada waktu untukku belajar,,,sampai saatnya tiba, mudah-mudahan aku sudah siap dan mantap. Amin,,, ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar